Ibnu Sina atau yang lebih dikenal dunia Barat dengan nama Avicenna mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Julukannya adalah al-Ra’s (puncak gunung pengetahuan). Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qifti, dan Bayhaqi, Ibnu Sina lahir pada bulan bulan Shafar 370 H/ Agustus 980 M, di desa Afsanah, Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, ‘Abdullah dan Sitarah, ibunya, merupakan keturunan Persia, karena itu ketika Ibnu Sina masih remaja dia sering menulis puisi dan essai dalam bahasa Persia.
Berangkat dari keluarga yang mampu, orang tua dari Ibnu Sina berusaha memberi anaknya pendidikan terbaik. Ayah Ibnu Sina merupakan seorang muslim dari sekte Isma’ili (Syiah). Rumahnya merupakan pusat aktivitas sarjana, dan ulama masyur pada masanya. Mereka banyak melakukan aktivitas diskusi membahas berbagai permasalahan, dari diskusi-diskusi inilah Ibnu Sina memahami pengetahuan yang luas.
Ibnu Sina memang telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Selain mempunyai kemampuan analisa berpikir yang tajam, Ibnu Sina juga dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Orang tua Ibnu Sina mulai memberikan pendidikan agama dan logika elementer sejak Ibnu Sina masih berusia 5 tahun. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah hafal al-Qur’an. Dia juga belajar fikih, dan ilmu-ilmu syariat.
Tidak hanya mempelajari ilmu agama, setelah menguasai ilmu teologi Ibnu Sina mulai terjun ke dunia filsafat hingga umur 16 tahun. Ibnu Sina juga berguru kepada Abu Abdullah An-Naqili, dan belajar Kitab Isaghuji dalam ilmu logika dan berbagai kegiatan Euklides dalam bidang matematika. Setelah itu, dia belajar secara otodidak dan menekuni matematika hingga dia berhasil menguasai buku Almagest karangan Ptolemaeus serta menguasai disiplin ilmu pengetahuan alam. Sering sekali soal-soal ilmiah yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya, mampu dia selesaikan.
Semangat untuk belajar Ibnu Sina tidak berhenti di bidang teologi dan matematika saja, karena dia lalu mempelajari ilmu kedokteran kepada gurunya, Abu Manshur al-Qamari, penulis kitab Al-Hayat Wa al-Maut, dan Abu Sahal Isa bin Yahya al-Jurjani, penulis ensiklopedia kedokteran Al-Kitab Al-Mi’ah Fi Shina’atih Thib. Ibnu Sina akhirnya menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu setengah tahun. Tidak dapat dipungkiri Ibnu Sina merupakan pribadi yang bijaksana, dia tidak membuang waktu masa mudanya untuk hal sia-sia, dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar berbagai ilmu hingga dia menguasainya.
Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan, ilmuwan muda dari Persia ini membaca seluruh buku-buku di perpustakaan itu , hingga akhirnya berhasil menguasai semua ilmu yang ada pada masanya, sekalipun dia lebih menonjol dalam bidang filsafat dan kedokteran. Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis karya-karya monumental di berbagai bidang keilmuwan, dengan karya pertamanya berjudul Al-Majmu’u (ikhtisar), yang memuat berbagai ilmu pengetahuan umum.
Ibnu Sina wafat di Hamdzan, Persia pada tahun 428 H (1037 M) dalam usianya yang ke-58 tahun. Dia wafat karena terserang penyakit usus besar. Selama masa hidupnya Ibnu Sina memberikan sumbangan luar biasa terhadap kemajuan keilmuwan. Pemikiran-pemikiran Ibnu Sina di berbagai disiplin ilmu banyak diadopsi oleh ilmuwan masa setelahnya, tidak hanya oleh ilmuwan muslim tetapi juga ilmuwan Barat banyak yang mengadopsi pengetahuan dari karya-karya Ibnu Sina. Dalam rangka memperingati 1000 tahun hari kelahirannya, melalui event Fair Millenium di Teheran pada tahun 1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai “Father of Doctor” untuk selama-lamanya.
0 Komentar