Sanna atau Bratasenawa, merupakan raja dari kerajaan Galuh yang ketiga (709 - 716 Masehi). Pada tahun 716, Sanna digulingkan oleh Purbasora (saudara satu ibu), dan ia melarikan diri ke Pakuan minta bantuan pada Raja Tarusbawa.
Setelah kerajaan Tarumanagara pecah menjadi kerajaan Sunda dan Galuh, Tarusbawa adalah raja pertama dari Kerajaan Sunda dan bersahabat dengan Sanna. Persahabatan ini yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Setelah menjadi Raja Sunda atas nama istrinya, akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Pada tahun 732 Masehi Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orang tuanya.
Dari prasasti Canggal, bahwa Kerajaan Mataram Kuno berdiri sekitar abad ke-7 dengan raja pertama yang bernama Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Pada tahun 929 M, oleh Empu Sindok ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke bagian hilir Sungai Berantas, Jawa Timur karena letak yang strategis mempunyai akses ke laut Jawa. Kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Medang Kawulan.
Keruntuhan Mataram Kuno
Permusuhan antara Jawa dan Sumatera dimulai saat pengusiran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan, dimana kemudian hari Balaputradewa menjadi Raka Sriwijaya. Perselisihan ini yang menjadikan permusuhan turun-temurun. Selain itu permusuhan kedua kerajaan ini adalah untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Pada tahun 1006, Dharmawangsa (cicit Empu Sindok) yang sedang mengadakan pesta pernikahan putrinya, Istana Medang di Wwatan diserbu hingga raja Dharmawangsa tewas oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang merupakan sekutu kerajaan Sriwijaya.
Peninggalan sejarah kerajaan Medang adalah; Prasasti Tangeran, prasasti Bangil, prasasti Lor, prasasti Kalkuta, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Marongan, Candi
Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, Candi Borobudur.
Silsilah Kerajaan Medang
1. Mpu Sindok
Bersumber dari prasasti Cunggrang (851 Saka/929 Masehi) yang dibuat oleh Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa alias Mpu Sindok. Raja pertama kerajaan Medang adalah Mpu Sindok sekaligus sebagai pendiri Wangsa Isana, yang mempunyai permaisuri bernama Sri Parameswari Dyah Kebi putri dari Dyah Wawa yang merupakan putri dari raja terakhir Kerajaan Medang periode Jawa Tengah atau Mataram Kuno.
Sebelum mendirikan Wangsa Isnaya, Mpu Sindok adalah seorang pejabat dimasa Kerajaan Mataram Kuno terakhir. Dimulai dari Rakai Mahamantri Halu, lalu naik pangkat menjadi Rakai Mahamantri Rakai Hino hingga diangkat sebagai menantu oleh Dyah Wawa.
2. Raja Sri Isyana Tunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya adalah raja perempuan yang memerintah pada tahun 947 masehi, dibantu oleh suaminya yang bernama Sri Lokapala merupakan bangsawan dari Bali.
Prasasti peninggalan sejarah Sri Lokapala adalah prasasti Gedangan tahun 950, yang berisi anugerah desa Bungur Lor dan desa Asana kepada pendeta Buddha di Bodhinimba.
3. Sri Makutawangsawardhana
Kerajaan ini berkuasa sekitar tahun 990 masehi. Makutawangsawardhana memiliki seorang putri bernama Mahendradatta dan Dharmawangsa.
Cerita ini deperoleh dari prasasti Sirah Keting yang menyebutkan bahwa Dharmawngsa adalah keluarga Wangsa Isnaya.
Mahendradatta menjadi permaisuri di Bali sedangkan Dharmawangsa Teguh menggantikan posisi Makutawangsawardhana menjadi raja Kerajaan Medang Kamulan.
4. Dharmawangsa Teguh
Bersumber pada prasasti Sirah Keting , bahwa nama sebenarnya dari Prabu Dharmawangsa adalah Wijayamreta Wardhana bergelar Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa. Dikenal sebagai raja yang sangat tegas dan terkenal dengan pandangan politiknya yang tajam dan sangat ingin mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga Asia Tenggara. Namun pada saat itu kerajaan Sriwijaya sangat berpengaruh dan kuat perekonomiannya hingga kawasan Asia Tenggara.
Dalam persaingannya untuk menguasai ekonomi di Asia Tenggara, kedua kerajaan ini mengirim utusannya ke Tiongkok yang saat itu dibawah kekuasaan Dinasti Song.
Pada tahun 988 kerajaan Sriwijaya berangkat menuju Cina, ketika hendak pulang mereka tertahan di pelabuhan Kanton karena negerinya diserang oleh kerajaan Medang.
Pada tahun 992 kembali rombongan Kerajaan Sriwijaya ingin pulang, namun tertahan di negeri Campa karena masih terjadi penyerangan di negerinya. Akhirnya pada tahin ini kerajaan Medang mampu menguasai Palembang namun dikalahkan oleh pasukan Kerajaan Sriwijaya.
Dalam prasasti Hujung Langit, pada tahun 977 masehi terjadi serangan di Sumatera oleh pasukan dari Jawa.
5. Airlangga
Airlangga adalah menantu dari raja Dharmawangsa, bergelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa.
Lahir pada tahun 990 masehi, dari ayah yang bernama Udayana seorang raja dari kerajaan Bedahulu, Bali dan ibu bernama Mahendradatta masih keturunan Wangsa Isyana keturunan kerajaan Medang.
Istri Airlangga merupakan putri pamannya yaitu Raja Dharmawangsa Teguh bernama Galuh Sekar. Dimana ketika pesta pernikahan sedang berlangsung di Watan ibukota kerajaan Medang, diserbu hingga luluh lantak oleh raja Wurawari dari kerajaan Lwaram yang konon sakit hati pada Dharmawangsa karena lamarannya ditolak.
Penyerbuan tersebut dibantu oleh kerajaan Sriwijaya, yang mengakibatkan selurh keluarga Dharmawangsa tewas, termasuk putri Galuh Sekar.
Airlangga berhasil lolos bersama pengikut setianya Mpu Narotama dari sergapan itu, menuju goa di pegunungan Wanagiri. Lebih dari 3 tahun rombongan ini bersembunyi, namun hubungan dengan rakyatnya masih terjadi secara sembunyi.
Akhirnya dengan dengan tekad yang kuat dan dukungan dari rakyatnya, Airlangga kembali merebut kerajaan Medang dengan gemilang, pada saat itu juga Airlangga dinobatkan menjadi raja.
Dalam kitab Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa, kejayaan kerajaan Medang berada pada kekuasaan raja Airlangga.
Airlangga berkuasa cukup lama 1019 - 1042 masehi. Selama berkuasa ia mampu meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan beberapa kerajaan, seperti; Raja Bisaprabhawa (1029 M), Raja Wijayawarman (1030 M), Raja Adhamapanuda (1031 M) , dan terakhir membalas dendam pada raja Wurawari (1035 M).
Akhir kerajaan Medang karena Airlangga lebih memilih menjadi seorang pertapa dan menikahi seorang putri dari kerajaan Sriwijaya yaitu putri Sanggramawijaya. Pernikahan politik ini bertujuan keamanan dan agar bisa lleluasa membangun kerajaannya.
Dalam prasasti Turun Hyang 1035, Putri Mahkota Raja Airlangga yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi menolak menjadi raja lebih memilih mengikuti ayahnya menjadi pertapa.
Kerajaan diberikan kepada ke dua putra dari selirnya. Sri Samarawijaya mendapat kerajaan bagian barat yang disebut kerajaan Kadiri dengan ibukota Daha dan bagian timur diserahkan pada Mapanji Garasakan yaitu kerajaan Janggala dengan bukota Kahuripan.
0 Komentar