Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

URBAN LEGEND: JAKA TARUB Legenda Mataram Kuno

Nun jauh disana..., Di desa Tarub.  Seorang pemuda tampan bernama Jaka Tarub tampak sedang mengintai binatang buruannya

Dalam pengintaiannya, sayup-sayup ia mendengar suara-suara perempuan tengah bercanda. 

Ia pun beringsut kearah sumber suara tersebut. Ternyata suara tersebut berasal dari sebuah telaga. 

Video Jaka Tarub:  

Ia pun mendekati telaga tersebut, sambil bersembunyi dibalik sebuah batu besar di pinggir telaga. 

Jaka Tarub sangat terperanjat, ada tujuh wanita sangat cantik tengah mandi sambil bermain air di telaga

”Bagaimana mungkin ada tujuh perempuan cantik jelita mandi di tengah pedalaman hutan”, gumamnya. 

Ketujuh perempuan tersebut sangat luar biasa cantik,belum pernah Jaka Tarub melihat perempuan secantik ini. Darah mudanya mendorong untuk lebih mendekati telaga, ingin sekali Jaka Tarub menikahi salah satu diantara mereka. 

Semakin dekat Jaka Tarub ke arah telaga, ia melihat tujuh selendang tergeletak di pinggir telaga. 

Jaka Tarub mengendap-endap mengambil salah satu selandang kemudian menyembunyikannya.

Menjelang sore ketujuh perempuan cantik mengakhiri senda gurau dan mandi mereka. 

Mereka segera berpakaian, lalu terbang ke kahyangan. 

Jaka Tarub terkejut melihat wanita bisa terbang. Pantaslah mereka begitu cantiknya, ternyata mereka itu bidadari dari kahyangan. 

Salah seorang dari bidadari tapak kebingungan mencari selendangnya sementara keenam perempuan lainnya telah terbang ke kahyangan.

“Aduh, mana selendangku? Tadi aku simpan di pinggir telaga. Bagaimana ini? Kalau selendangku tidak ketemu, Aku tidak bisa pulang ke kahyangan.” ujarnya dengan panik.

Bidadari yang bernama Nawang Wulan adalah saudari termuda dari ketujuh bidadari tersebut. 

Sepeninggal keenam kakaknya, Nawang Wulan menangis tersedu-sedu. Ia merasa takut karena tidak mampu tinggal di dunia manusia. 

Melihat hal tersebut, Jaka Tarub segera mendekat untuk mengajak berkenalan dan menawarkan bantuan. 

Apakah gerangan yang Adinda tangisi di pinggir telaga yang sunyi ini? Nama saya Jaka Tarub. Saya tinggal di desa di dekat sini. Apa yang bisa saya bantu?” Jaka Tarub mencoba menawarkan bantuan.

“Oh, saya kehilangan selendang jadi saya tidak bisa terbang kembali ke kahyangan.” ujar Nawang Wulan.

Jaka Tarub berusaha menawarkan jasa baiknya.”Kalau begitu Adinda boleh tinggal di rumahku. Tidak usah takut, aku akan menjagamu.”

Karena hutan sebentar lagi menjadi gelap,Nawang Wulantak dapat berfikir lebih lama lagi.“Baiklah kalau begitu. Aku tinggal di rumahmu saja.” Nawang Wulan terpaksa menerimanya karena tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Tidak lama kemudian mereka menikah dan hidup berbahagia dan Nawang Wulan mengandung kemudian melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama  Nawangsih.

Selama perjalanan hidupnya dengan Nawang Wulan, Jaka Tarub merasa heran karena lumbung padi miliknya tidak pernah berkurang malah justru bertambah. 

Setiap hari istrinya memasak dengan mengambil beras dari lumbung padinya tapi tidak sedikit pun lumbung padinya berkurang. 

“Entah kenapa padi milikku tidak pernah berkurang malah bertambah banyak. Padahal setiap hari istriku memasak.” gumam Jaka keheranan.

Suatu hari, ketika Nawang Wulan tengah menanak nasi, Ia memiliki keperluan di sungai. Nawang Wulan kemudian berpesan pada suaminya untuk menjaga apinya dan jangan membuka tutup kukusan nasi. 

“Kakanda, aku sedang menanak nasi tapi ada keperluan sebentar di sungai. Kakanda tolong jaga api jangan sampai mati atau terlalu besar.

Dengan suara agak ditekan, “Jangan kakanda buka tutup kukusannya.” kata Nawang Wulan.

“Baiklah,kakanda akan menjaganya.” kata Jaka. 

Pesan “jangan membuka tutup kukusan”membuat Jaka Tarub penasaran. Karena tak sanggup menahan rasa ingin tahunya, ia kemudian membuka kukusan nasi. 

Jaka Tarub terkejut, ketika melihat hanya sebutir beras yang ada dalam kukusan

Sepulangnya dari sungai, Nawang Wulan mendapati di dalam kukusan hanya terdapat sebutir beras. 

“Berarti suamiku melanggar larangan, Ia telah membuka kukusan ini.” ujar Nawang Wulan dalam hati.

Nawang Wulan memiliki kesaktian yang tidak dimiliki manusia biasa.Ia mampu menanak sebutir padi menjadi sebakul nasi. 

Pantangan yang dilanggar suaminya, menyebabkan kesaktian Nawang Wulan menjadi musnah. 

Oleh karenanya, kini ia harus berkerja sebagaimana manusia biasa seperti menumbuk padi, menampi hingga menanak beras menjadi nasi. Lambat laun lumbung padi milik Jaka Tarub pun habis.

Karena lumbung padi telah kosong, Nawang Wulan berusaha mengumpulkan sisa beras yang berserakan. Ketika sedang asik menyapu untuk mengumpulkan sisa-sisa beras, tiba-tiba menyembul selendang miliknya yang telah lama hilang. 

Nawang Wulan sadar dan marah mengetahui kenyataaan bahwa ternyata suaminyalah yang menyembunyikan selendang miliknya. 

Ia segera mengenakan selendang tersebut kemudian bergegas menemui suaminya.

“Suamiku. Gara-gara Kakanda membuka tutup kukusan, kesaktianku menjadi hilang dan membuat lumbung padi kita habis. Selain itu, ternyata selama ini engkau menyembunyikan selendangku.

Baca jugaAsal Mula Kanjeng Ratu Kidul

Semuanya adalah rencanamu. Sampai disini akhir hubungan kita. Aku akan kembali ke kahyangan.” kata Nawang Wulan.

“Aku minta maaf istriku. Aku mengakui semua kesalahanku. Tapi tolong jangan pergi tinggalkan aku dan anakmu, Nawangsih.” Jaka Tarub memohon pada istrinya.

“Maaf Kakanda, aku harus pulang ke kahyangan. Tolong jaga baik-baik putri kesayangan kita, Nawangsih. Tolong Kakanda buatkan dangau di dekat rumah. Letakkan Nawangsih setiap malam di dangau. Aku akan datang setiap malam untuk menyusui putri kesayangan kita.

Baca juga:  Ki Ageng Tarub Leluhur Mataram

“Jangan coba-coba mengintip saat aku tengah menysusui Nawangsih. Selamat Tinggal.” Nawang Wulan kemudian terbang ke kahyangan.

Jaka Tarub merasa sedih dan sangat menyesal dengan perbuatannya. Ia pun segera membuat dangau di dekat rumah, dan ia meletakkan putrinya, Nawangsih, setiap malam di dangau untuk disusui oleh Nawang Wulan.

“Kebohong tidak dapat dijadikan sandaran untuk membangun kebersamaan”

 

 

Penulis Urban Legend: Seno Adjie.


Posting Komentar

0 Komentar